[Kisah Pilu] Kesedihan Seekor Induk Kucing Pasca Banjir di UNJ


Jakarta, 19 Januari 2013. 08.15 wib.

            Banjir pagi ini di daerah Rawamangun mulai surut. Saya berangkat ke kampus pukul 07.30 karena ada pelatihan IT dari PUSKOM Universitas Negeri Jakarta. Dengan sepeda, saya mengayuh penuh semangat. Jarak antara asrama mahasiswa yang saya tempati memang lumayan dekat dengan kampus.

Memasuki area kampus, pemandangan nampak sedikit porak-poranda dari biasanya. Ini karena banjir besar kemarin. Banjir yang terdalam di UNJ adalah pada gedung Fakultas Ilmu Sosial dengan ketinggian air kurang lebih 70 centimeter. Bahkan beberapa komputer di Puskom dikabarkan sempat terendam banjir. Kini banjir besar itu telah surut, kampus nampak sepi, hanya ada beberapa mahasiswa dan petugas-petugas kebersihan sedang membersihkan sisa-sisa banjir. Batu dan kerikil nampak berserakan di jalanan dalam kampus, rerumputan masih terlihat diliputi lumpur, sedangkan sampah-sampah juga tidak kalah eksis masih terlihat bergelimpangan.

Saya memarkirkan sepeda di samping Gedung C alias Puskom. Setelah mengunci ban sepeda dengan batangannya, saya melangkahnkan kaki. Tiba-tiba terdengar suara pilu seperti rintihan seekor kucing. Suara kucing mengeong dengan penuh kepiluan itu terdengar dari kejauhan. Saya menoleh ke asal suara kesedihan itu. Terlihat seekor induk kucing dari kejauhan tepatnya di depan gedung Fakultas Teknik. Kucing malang itu berjalan gontai dengan suara ngeongan penuh emosi. Induk kucing dengan bulu halus berwarna hitam-putih itu seperti sedang mencari-cari sesuatu. Gerakannya letih dan lemah serta terus mengeong-ngeong seperti memanggil-manggil.

Baru kuingat induk kucing malang itu sempat saya lihat sebelumnya bersama anaknya yang masih kecil. Kucing malang itu terlihat sedih, muncul pertanyaan dalam hati saya. Apa jangan-jangan anaknya hanyut kemudian tewas dalam banjir besar kemarin? Atau anaknya hanya terpisah dari induknya dan sekarang sedang meringkuk letih di suatu tempat?

Sambil terus memperhatikan induk kucing malang itu, saya berusaha memahami perasaanya. Memang kuakui ini terdengar konyol, namun inilah kenyataanya. Perasaan saya seperti ikut larut dalam kesedihan induk kucinng tersebut karena merasa kehilangan. Saya juga sempat memanggil-manggil kucing itu dan beberapa kali mengambil gambarnya lewat kamera handphone. Terlihat wajahnya sangat murung dan kecewa.
Tiba-tiba seseorang menghampiri saya dari belakang. Saya segera menoleh, ternyata seorang petugas kebersihan yang sedang membersihkan lokasi dari sisa-sisa banjir.

“Hehehehe.. lagi apa Mas? Foto-foto kucing?”, tanyanya sambil bergurau.
“Iya pak, kasihan kucingnya. Kayaknya lagi galau”, saya menjawab sambil terus memotret kucing itu.
“Dari tadi subuh emang mondar-mandir terus tuh kucing, sambil ngeong-ngeong kayak nyari-nyari sesuatu”, jelas Bapak itu.
“Iya pak, kayaknya nyari anaknya deh”, jawab saya datar.
“Iya biasanya banyak segerombolan, kok ini sendirian yah kucingnya. Mungkin pada hanyut kebawa banjir kali tuh”, komentar Bapak itu sambil mengambil sampah-sampah yang masih berserakan.
kucing itu mencari-cari sesuatu



induk kucing yang  malang
 letih dan lesu dalam kesedihan
Saya masih terpaku. Tak dapat membayangkan, kasih sayang seorang ibu sedemikian tulus dan dalam. Induk kucing ini seakan memberi bukti bahwa binatang pun memiliki perasaan serta naluri keibuan yang besar. Tidak heran bila ada sebuah hadist yang menyatakan bahwa ‘surga itu ada di telapak kaki ibu’ mengingat kasih sayang ibu tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi, tak harap kembali. Bagai sang surya menyinari dunia. :”)/srr.d

Komentar

ummu Rumaysha mengatakan…
kasihan banget .. :(
Unknown mengatakan…
Itu si sapi...

Postingan populer dari blog ini

Sejak saat itu ...

RINTIHAN SEPEDA TUA